Cabang
pengkajian yang dikenal sebagai sejarah matematika adalah penyelidikan
terhadap asal mula penemuan di dalam matematika dan sedikit perluasannya, penyelidikan terhadap
metode dan notasi matematika di masa silam.
Sebelum
zaman modern dan penyebaran ilmu pengetahuan ke seluruh dunia, contoh-contoh
tertulis dari pengembangan matematika telah mengalami kemilau hanya di beberapa
tempat. Tulisan matematika terkuno yang telah ditemukan adalah Plimpton 322 (matematika Babilonia sekitar 1900 SM),[1] Matematika Rhind (Matematika Mesir sekitar 2000-1800
SM)[2] dan Lembaran Matematika Moskwa (matematika Mesir sekitar 1890 SM). Semua tulisan itu membahas teorema
yang umum dikenal sebagai teorema Pythagoras, yang tampaknya menjadi pengembangan matematika
tertua dan paling tersebar luas setelah aritmetika dasar dan geometri.
Sumbangan matematikawan Yunani memurnikan metode-metode (khususnya melalui
pengenalan penalaran deduktif dan kekakuan matematika di dalam pembuktian matematika) dan perluasan pokok bahasan
matematika.[3] Kata "matematika" itu
sendiri diturunkan dari kata Yunani kuno, μάθημα (mathema), yang
berarti "mata pelajaran".[4] Matematika Cina membuat sumbangan dini, termasuk notasi posisional. Sistem bilangan Hindu-Arab dan aturan penggunaan operasinya,
digunakan hingga kini, mungkin dikembangakan melalui kuliah pada milenium
pertama Masehi di dalam matematika India dan telah diteruskan ke Barat melalui matematika
Islam.[5][6] Matematika Islam, pada gilirannya, mengembangkan dan memperluas
pengetahuan matematika ke peradaban ini.[7] Banyak naskah berbahasa Yunani dan
Arab tentang matematika kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, yang mengarah pada pengembangan
matematika lebih jauh lagi di Zaman Pertengahan Eropa.
Dari zaman
kuno melalui Zaman Pertengahan, ledakan kreativitas matematika seringkali
diikuti oleh abad-abad kemandekan. Bermula pada abad Renaisans Italia pada abad ke-16, pengembangan
matematika baru, berinteraksi dengan penemuan ilmiah baru, dibuat pada pertumbuhan eksponensial yang berlanjut hingga kini.
Matematika prasejarah
Asal mula
pemikiran matematika terletak di dalam konsep bilangan, besaran, dan bangun.[8] Pengkajian modern terhadap fosil
binatang menunjukkan bahwa konsep ini tidak berlaku unik bagi manusia. Konsep
ini mungkin juga menjadi bagian sehari-hari di dalam kawanan pemburu. Bahwa
konsep bilangan berkembang tahap demi tahap seiring waktu adalah bukti di
beberapa bahasa zaman kini mengawetkan perbedaan antara "satu",
"dua", dan "banyak", tetapi bilangan yang lebih dari dua
tidaklah demikian.[8]
Benda
matematika tertua yang sudah diketahui adalah tulang Lebombo, ditemukan di pegunungan Lebombo di Swaziland dan mungkin berasal dari tahun 35000 SM.[9] Tulang ini berisi 29 torehan yang
berbeda yang sengaja digoreskan pada tulang fibula baboon.[10] Terdapat bukti bahwa kaum perempuan
biasa menghitung untuk mengingat siklus haid mereka; 28 sampai 30 goresan pada tulang atau batu, diikuti dengan tanda yang berbeda.[11] Juga artefak prasejarah ditemukan di Afrika dan Perancis, dari tahun 35.000 SM dan berumur 20.000 tahun,[12] menunjukkan upaya dini untuk
menghitung waktu.[13]
Tulang
Ishango, ditemukan di dekat batang air Sungai Nil (timur laut Kongo), berisi
sederetan tanda lidi yang digoreskan di tiga lajur memanjang pada tulang itu.
Tafsiran umum adalah bahwa tulang Ishango menunjukkan peragaan terkuno yang
sudah diketahui tentang barisan bilangan prima[10] atau kalender lunar enam bulan.[14] Periode Predinastik Mesir dari milenium ke-5 SM, secara
grafis menampilkan rancangan-rancangan geometris. Telah diakui bahwa bangunan megalit di Inggris dan Skotlandia, dari milenium ke-3 SM, menggabungkan gagasan-gagasan
geometri seperti lingkaran, elips, dan tripel Pythagoras di dalam rancangan mereka.[15]
Timur Dekat kuno
Mesopotamia
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Matematika Babilonia
Matematika Babilonia merujuk pada seluruh matematika yang dikembangkan
oleh bangsa Mesopotamia (kini Iraq) sejak permulaan Sumeria hingga permulaan peradaban
helenistik.[16] Dinamai "Matematika
Babilonia" karena peran utama kawasan Babilonia sebagai tempat untuk
belajar. Pada zaman peradaban helenistik Matematika Babilonia berpadu dengan
Matematika Yunani dan Mesir untuk membangkitkan Matematika Yunani. Kemudian di bawah Kekhalifahan Islam, Mesopotamia, terkhusus Baghdad, sekali lagi menjadi pusat penting
pengkajian Matematika Islam.
Bertentangan
dengan langkanya sumber pada Matematika Mesir, pengetahuan Matematika Babilonia diturunkan dari
lebih daripada 400 lempengan tanah liat yang digali sejak 1850-an.[17] Ditulis di dalam tulisan paku, lempengan ditulisi ketika tanah liat masih basah,
dan dibakar di dalam tungku atau dijemur di bawah terik matahari. Beberapa di
antaranya adalah karya rumahan.
Bukti
terdini matematika tertulis adalah karya bangsa Sumeria, yang membangun peradaban kuno di
Mesopotamia. Mereka mengembangkan sistem rumit metrologi sejak tahun 3000 SM. Dari kira-kira 2500 SM ke muka,
bangsa Sumeria menuliskan tabel perkalian pada lempengan tanah liat dan berurusan dengan
latihan-latihan geometri dan soal-soal pembagian. Jejak terdini sistem bilangan Babilonia juga merujuk
pada periode ini.[18]
Sebagian
besar lempengan tanah liat yang sudah diketahui berasal dari tahun 1800 sampai
1600 SM, dan meliputi topik-topik pecahan, aljabar, persamaan kuadrat dan
kubik, dan perhitungan bilangan regular, invers perkalian, dan bilangan prima kembar.[19] Lempengan itu juga meliputi tabel
perkalian dan metode penyelesaian persamaan linear dan persamaan kuadrat. Lempengan Babilonia 7289 SM memberikan hampiran bagi
√2 yang akurat sampai lima tempat desimal.
Matematika
Babilonia ditulis menggunakan sistem bilangan seksagesimal (basis-60). Dari sinilah diturunkannya penggunaan
bilangan 60 detik untuk semenit, 60 menit untuk satu jam, dan 360 (60 x 6)
derajat untuk satu putaran lingkaran, juga penggunaan detik dan menit pada busur lingkaran
yang melambangkan pecahan derajat. Kemajuan orang Babilonia di dalam matematika
didukung oleh fakta bahwa 60 memiliki banyak pembagi. Juga, tidak seperti orang
Mesir, Yunani, dan Romawi, orang Babilonia memiliki sistem nilai-tempat yang
sejati, di mana angka-angka yang dituliskan di lajur lebih kiri menyatakan
nilai yang lebih besar, seperti di dalam sistem desimal. Bagaimanapun, mereka kekurangan
kesetaraan koma desimal, dan sehingga nilai tempat suatu simbol seringkali
harus dikira-kira berdasarkan konteksnya.
Mesir
Artikel utama untuk bagian ini adalah:
Matematika Mesir
Matematika Mesir merujuk pada matematika yang ditulis di dalam bahasa Mesir. Sejak peradaban
helenistik, Yunani menggantikan bahasa Mesir sebagai
bahasa tertulis bagi kaum terpelajar Bangsa Mesir, dan sejak itulah matematika Mesir melebur dengan
matematika Yunani dan Babilonia yang membangkitkan Matematika helenistik. Pengkajian matematika di Mesir berlanjut di bawah Khilafah Islam sebagai bagian dari matematika Islam, ketika bahasa Arab menjadi bahasa tertulis bagi kaum terpelajar Mesir.
Tulisan
matematika Mesir yang paling panjang adalah Lembaran Rhind (kadang-kadang disebut juga "Lembaran
Ahmes" berdasarkan penulisnya), diperkirakan berasal dari tahun 1650 SM
tetapi mungkin lembaran itu adalah salinan dari dokumen yang lebih tua dari Kerajaan Tengah yaitu dari tahun 2000-1800 SM.[20] Lembaran itu adalah manual
instruksi bagi pelajar aritmetika dan geometri. Selain memberikan rumus-rumus
luas dan cara-cara perkalian, perbagian, dan pengerjaan pecahan, lembaran itu
juga menjadi bukti bagi pengetahuan matematika lainnya,[21] termasuk bilangan komposit dan prima; rata-rata aritmetika, geometri, dan harmonik; dan pemahaman sederhana Saringan Eratosthenes dan teori bilangan sempurna (yaitu, bilangan 6).[22] Lembaran itu juga berisi cara
menyelesaikan persamaan linear orde satu [23] juga barisan aritmetika dan geometri.[24]
Juga tiga
unsur geometri yang tertulis di dalam lembaran Rhind menyiratkan bahasan paling
sederhana mengenai geometri analitik: (1) pertama, cara memperoleh hampiran π yang akurat
kurang dari satu persen; (2) kedua, upaya kuno penguadratan lingkaran; dan (3) ketiga, penggunaan terdini
kotangen.
Naskah
matematika Mesir penting lainnya adalah lembaran Moskwa, juga dari zaman Kerajaan Pertengahan, bertarikh kira-kira 1890 SM.[25] Naskah ini berisikan soal kata
atau soal cerita, yang barangkali ditujukan sebagai hiburan. Satu soal
dipandang memiliki kepentingan khusus karena soal itu memberikan metoda untuk
memperoleh volume limas terpenggal: "Jika Anda
dikatakan: Limas terpenggal setinggi 6 satuan panjang, yakni 4 satuan panjang
di bawah dan 2 satuan panjang di atas. Anda menguadratkan 4, sama dengan 16.
Anda menduakalilipatkan 4, sama dengan 8. Anda menguadratkan 2, sama dengan 4.
Anda menjumlahkan 16, 8, dan 4, sama dengan 28. Anda ambil sepertiga dari 6,
sama dengan 2. Anda ambil dua kali lipat dari 28 twice, sama dengan 56. Maka
lihatlah, hasilnya sama dengan 56. Anda memperoleh kebenaran."
Akhirnya, lembaran Berlin (kira-kira 1300 SM [26]) menunjukkan bahwa bangsa Mesir
kuno dapat menyelesaikan persamaan aljabar orde dua.[27]
Matematika Yunani
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Matematika Yunani
Pythagoras
dari Samos
Matematika
Yunani merujuk pada matematika yang ditulis di dalam bahasa Yunani antara tahun 600 SM sampai 300 M.[28] Matematikawan Yunani tinggal di
kota-kota sepanjang Mediterania bagian timur, dari Italia hingga ke Afrika Utara, tetapi mereka dibersatukan oleh budaya dan bahasa
yang sama. Matematikawan Yunani pada periode setelah Iskandar Agung kadang-kadang disebut Matematika
Helenistik.
Thales dari
Miletus
Matematika
Yunani lebih berbobot daripada matematika yang dikembangkan oleh
kebudayaan-kebudayaan pendahulunya. Semua naskah matematika pra-Yunani yang
masih terpelihara menunjukkan penggunaan penalaran induktif, yakni pengamatan
yang berulang-ulang yang digunakan untuk mendirikan aturan praktis. Sebaliknya,
matematikawan Yunani menggunakan penalaran deduktif. Bangsa Yunani menggunakan
logika untuk menurunkan simpulan dari definisi dan aksioma, dan menggunakan kekakuan matematika untuk membuktikannya.[29]
Matematika
Yunani diyakini dimulakan oleh Thales dari Miletus (kira-kira 624 sampai 546 SM) dan Pythagoras dari Samos (kira-kira 582 sampai 507 SM).
Meskipun perluasan pengaruh mereka dipersengketakan, mereka mungkin diilhami
oleh Matematika Mesir dan Babilonia. Menurut legenda, Pythagoras bersafari ke Mesir untuk
mempelajari matematika, geometri, dan astronomi dari pendeta Mesir.
Thales
menggunakan geometri untuk menyelesaikan soal-soal
perhitungan ketinggian piramida dan jarak perahu dari garis pantai. Dia
dihargai sebagai orang pertama yang menggunakan penalaran deduktif untuk
diterapkan pada geometri, dengan menurunkan empat akibat wajar dari teorema Thales. Hasilnya, dia dianggap sebagai matematikawan sejati
pertama dan pribadi pertama yang menghasilkan temuan matematika.[30] Pythagoras mendirikan Mazhab Pythagoras, yang mendakwakan bahwa matematikalah yang menguasai
semesta dan semboyannya adalah "semua adalah bilangan".[31] Mazhab Pythagoraslah yang
menggulirkan istilah "matematika", dan merekalah yang memulakan
pengkajian matematika. Mazhab Pythagoras dihargai sebagai penemu bukti pertama teorema Pythagoras,[32] meskipun diketahui bahwa teorema
itu memiliki sejarah yang panjang, bahkan dengan bukti keujudan bilangan
irasional.
Eudoxus (kira-kira 408 SM sampai 355 SM) mengembangkan metoda kelelahan, sebuah rintisan dari Integral modern. Aristoteles (kira-kira 384 SM sampai 322 SM) mulai menulis hukum logika. Euklides (kira-kira 300 SM) adalah contoh terdini dari format
yang masih digunakan oleh matematika saat ini, yaitu definisi, aksioma,
teorema, dan bukti. Dia juga mengkaji kerucut. Bukunya, Elemen, dikenal di segenap masyarakat
terdidik di Barat hingga pertengahan abad ke-20.[33] Selain teorema geometri yang
terkenal, seperti teorem Pythagoras, Elemen menyertakan bukti bahwa akar
kuadrat dari dua adalah irasional dan terdapat tak-hingga banyaknya bilangan
prima. Saringan Eratosthenes (kira-kira 230 SM) digunakan untuk
menemukan bilangan prima.
Archimedes (kira-kira 287 SM sampai 212 SM)
dari Syracuse menggunakan metoda kelelahan untuk menghitung luas di bawah busur parabola dengan penjumlahan barisan tak hingga, dan memberikan hampiran yang cukup
akurat terhadap Pi.[34] Dia juga mengkaji spiral yang mengharumkan namanya, rumus-rumus volume benda putar, dan sistem rintisan untuk menyatakan bilangan yang
sangat besar.
Matematika Cina
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Matematika Cina
Sembilan Bab
tentang Seni Matematika.
Matematika
Cina permulaan adalah berlainan bila dibandingkan dengan yang berasal dari
belahan dunia lain, sehingga cukup masuk akal bila dianggap sebagai hasil
pengembangan yang mandiri.[35] Tulisan matematika yang dianggap
tertua dari Cina adalah Chou Pei Suan Ching, berangka tahun antara 1200 SM
sampai 100 SM, meskipun angka tahun 300 SM juga cukup masuk akal.[36]
Hal yang
menjadi catatan khusus dari penggunaan matematika Cina adalah sistem notasi
posisional bilangan desimal, yang disebut pula "bilangan batang" di
mana sandi-sandi yang berbeda digunakan untuk bilangan-bilangan antara 1 dan
10, dan sandi-sandi lainnya sebagai perpangkatan dari sepuluh.[37] Dengan demikian, bilangan 123
ditulis menggunakan lambang untuk "1", diikuti oleh lambang untuk
"100", kemudian lambang untuk "2" diikuti lambang utnuk
"10", diikuti oleh lambang untuk "3". Cara seperti inilah
yang menjadi sistem bilangan yang paling canggih di dunia pada saat itu,
mungkin digunakan beberapa abad sebelum periode masehi dan tentunya sebelum
dikembangkannya sistem bilangan India.[38] Bilangan batang memungkinkan
penyajian bilangan sebesar yang diinginkan dan memungkinkan perhitungan yang
dilakukan pada suan pan, atau (sempoa Cina). Tanggal penemuan suan pan
tidaklah pasti, tetapi tulisan terdini berasal dari tahun 190 M, di dalam Catatan
Tambahan tentang Seni Gambar karya Xu Yue.
Karya tertua
yang masih terawat mengenai geometri di Cina berasal dari peraturan kanonik filsafat Mohisme kira-kira tahun 330 SM, yang disusun oleh para
pengikut Mozi (470–390
SM). Mo Jing menjelaskan berbagai aspek dari banyak disiplin yang
berkaitan dengan ilmu fisika, dan juga memberikan sedikit kekayaan informasi
matematika.
Pada tahun
212 SM, Kaisar Qín Shǐ Huáng (Shi Huang-ti) memerintahkan semua
buku di dalam Kekaisaran Qin selain daripada yang resmi diakui pemerintah
haruslah dibakar. Dekret ini tidak dihiraukan secara umum, tetapi akibat dari
perintah ini adalah begitu sedikitnya informasi tentang matematika Cina kuno
yang terpelihara yang berasal dari zaman sebelum itu. Setelah pembakaran buku pada tahun 212 SM, dinasti Han (202 SM–220 M) menghasilkan karya matematika yang
barangkali sebagai perluasan dari karya-karya yang kini sudah hilang. Yang
terpenting dari semua ini adalah Sembilan Bab tentang Seni Matematika, judul lengkap yang muncul dari
tahun 179 M, tetapi wujud sebagai bagian di bawah judul yang berbeda. Ia
terdiri dari 246 soal kata yang melibatkan pertanian, perdagangan, pengerjaan
geometri yang menggambarkan rentang ketinggian dan perbandingan dimensi untuk
menara pagoda Cina, teknik, survey, dan bahan-bahan segitiga siku-siku dan π. Ia juga menggunakan prinsip Cavalieri tentang volume lebih dari seribu tahun sebelum
Cavalieri mengajukannya di Barat. Ia menciptakan bukti matematika untuk teorema Pythagoras, dan rumus matematika untuk eliminasi Gauss. Liu Hui memberikan komentarnya pada karya ini pada abad ke-3
M.
Zhang Heng (78–139)
Sebagai
tambahan, karya-karya matematika dari astronom Han dan penemu Zhang Heng (78–139) memiliki perumusan untuk pi juga, yang berbeda dari cara perhitungan yang dilakukan oleh Liu Hui.
Zhang Heng menggunakan rumus pi-nya untuk menentukan volume bola. Juga terdapat
karya tertulis dari matematikawan dan teoriwan musik Jing Fang (78–37 SM); dengan menggunakan koma Pythagoras, Jing mengamati bahwa 53 perlimaan sempurna menghampiri 31 oktaf. Ini kemudian mengarah pada penemuan 53 temperamen sama, dan tidak pernah dihitung dengan tepat di tempat lain hingga seorang Jerman, Nicholas Mercator melakukannya pada abad ke-17.
Bangsa Cina
juga membuat penggunaan diagram kombinatorial kompleks yang dikenal sebagai kotak ajaib dan lingkaran ajaib, dijelaskan di zaman kuno dan
disempurnakan oleh Yang Hui (1238–1398 M). Zu Chongzhi (abad ke-5) dari Dinasti Selatan dan Utara menghitung nilai pi sampai tujuh tempat desimal, yang
bertahan menjadi nilai pi paling akurat selama hampir 1.000 tahun.
Bahkan
setelah matematika Eropa mulai mencapai kecemerlangannya pada masa Renaisans, matematika Eropa dan Cina adalah
tradisi yang saling terpisah, dengan menurunnya hasil matematika Cina secara
signifikan, hingga para misionaris Jesuit seperti Matteo Ricci membawa gagasan-gagasan matematika kembali dan
kemudian di antara dua kebudayaan dari abad ke-16 sampai abad ke-18.
Matematika India
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Matematika India
Arca Aryabhata. Karena informasi tentang keujudannya tidak
diketahui, perupaan Aryabhata didasarkan pada daya khayal seniman.
Peradaban
terdini anak benua India adalah Peradaban
Lembah Indus yang
mengemuka di antara tahun 2600 dan 1900 SM di daerah aliran Sungai Indus. Kota-kota mereka teratur secara geometris, tetapi
dokumen matematika yang masih terawat dari peradaban ini belum ditemukan.[39]
Matematika
Vedanta dimulakan di India sejak Zaman Besi. Shatapatha Brahmana (kira-kira abad ke-9 SM), menghampiri
nilai π,[40] dan Sulba Sutras (kira-kira 800–500 SM) yang merupakan tulisan-tulisan
geometri yang menggunakan bilangan irasional, bilangan prima, aturan tiga dan akar kubik; menghitung akar kuadrat dari 2 sampai sebagian dari seratus ribuan;
memberikan metode konstruksi lingkaran yang luasnya menghampiri persegi yang
diberikan,[41] menyelesaikan persamaan linear dan kuadrat; mengembangkan tripel Pythagoras secara aljabar, dan memberikan pernyataan dan bukti
numerik untuk teorema Pythagoras.
Pāṇini (kira-kira abad ke-5 SM) yang
merumuskan aturan-aturan tata bahasa Sanskerta.[42] Notasi yang dia gunakan sama dengan
notasi matematika modern, dan menggunakan aturan-aturan meta, transformasi, dan rekursi. Pingala (kira-kira abad ke-3 sampai abad pertama SM) di dalam
risalahnya prosody menggunakan alat yang bersesuaian dengan sistem bilangan biner. Pembahasannya tentang kombinatorika meter bersesuaian dengan versi dasar dari teorema binomial. Karya Pingala juga berisi gagasan dasar tentang bilangan Fibonacci (yang disebut mātrāmeru).[43]
Surya Siddhanta (kira-kira 400) memperkenalkan fungsi trigonometri sinus, kosinus, dan balikan sinus, dan meletakkan aturan-aturan yang
menentukan gerak sejati benda-benda langit, yang bersesuaian dengan posisi
mereka sebenarnya di langit.[44] Daur waktu kosmologi dijelaskan di
dalam tulisan itu, yang merupakan salinan dari karya terdahulu, bersesuaian
dengan rata-rata tahun siderik 365,2563627 hari, yang hanya 1,4 detik lebih panjang
daripada nilai modern sebesar 365,25636305 hari. Karya ini diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab dan bahasa Latin pada Zaman Pertengahan.
Aryabhata, pada tahun 499, memperkenalkan
fungsi versinus, menghasilkan tabel trigonometri India pertama tentang sinus, mengembangkan
teknik-teknik dan algoritma aljabar, infinitesimal, dan persamaan diferensial, dan memperoleh solusi seluruh
bilangan untuk persamaan linear oleh sebuah metode yang setara dengan metode
modern, bersama-sama dengan perhitungan [[astronomi] yang akurat berdasarkan
sistem heliosentris gravitasi.[45] Sebuah terjemahan bahasa Arab dari karyanya Aryabhatiya tersedia sejak abad
ke-8, diikuti oleh terjemahan bahasa Latin pada abad ke-13. Dia juga memberikan
nilai π yang bersesuaian dengan 62832/20000 = 3,1416. Pada abad ke-14, Madhava dari Sangamagrama menemukan rumus Leibniz untuk pi, dan, menggunakan 21 suku, untuk
menghitung nilai π sebagai 3,14159265359.
Matematika (dari bahasa Yunani:μαθηματικά - mathēmatiká)
adalah studi besaran, struktur,ruang, relasi, perubahan, dan beraneka topik pola, bentuk, dan entitas. Para matematikawan mencari pola dan dimensi-dimensi kuantitatif lainnya, berkenaan dengan bilangan, ruang, ilmu pengetahuan alam, komputer, abstraksi imajiner, atau entitas-entitas lainnya.[1][2]alam pandangan formalis, matematika adalah pemeriksaan aksioma yang menegaskan struktur abstrak menggunakan logika simbolik dan notasi matematika; pandangan lain tergambar dalam filsafat matematika. Para matematikawan merumuskan konjektur dan kebenaran baru
melalui deduksi yang menyeluruh dari beberapa aksioma dan definisi yang dipilih dan saling bersesuaian.[3] Euclid, matematikawan Yunani, abad ke-3 SM, seperti yang dilukiskan oleh Raphael di dalam detail ini dari Sekolah Athena.[4]Terdapat perselisihan tentang apakah objek-objek matematika hadir secara objektif di alam menurut kemurnian logikanya, atau apakah objek-objek itu buatan manusia dan terpisah dari kenyataan. Seorang matematikawan Benjamin Peirce menyebut matematika sebagai
"ilmu yang menggambarkan simpulan-simpulan yang penting".[5] Albert Einstein, di pihak lain, menyatakan bahwa "sejauh hukum-hukum matematika merujuk kepada kenyataan, mereka tidaklah pasti; dan sejauh mereka pasti, mereka tidak merujuk kepada kenyataan."[6] Melalui penggunaan abstraksi dan penalaran logika, matematika dikembangkan dari pencacahan, penghitungan, pengukuran, dan pengkajian sistematik terhadap bentuk dan gerak objek-objek fisika. Pengetahuan dan penggunaan matematika dasar selalu menjadi sifat melekat dan bagian utuh dari kehidupan individual dan kelompok. Pemurnian gagasan- gagasan dasar dapat diketahui didalam naskah-naskah matematika yang bermula di dunia Mesir kuno, Mesopotamia,
adalah studi besaran, struktur,ruang, relasi, perubahan, dan beraneka topik pola, bentuk, dan entitas. Para matematikawan mencari pola dan dimensi-dimensi kuantitatif lainnya, berkenaan dengan bilangan, ruang, ilmu pengetahuan alam, komputer, abstraksi imajiner, atau entitas-entitas lainnya.[1][2]alam pandangan formalis, matematika adalah pemeriksaan aksioma yang menegaskan struktur abstrak menggunakan logika simbolik dan notasi matematika; pandangan lain tergambar dalam filsafat matematika. Para matematikawan merumuskan konjektur dan kebenaran baru
melalui deduksi yang menyeluruh dari beberapa aksioma dan definisi yang dipilih dan saling bersesuaian.[3] Euclid, matematikawan Yunani, abad ke-3 SM, seperti yang dilukiskan oleh Raphael di dalam detail ini dari Sekolah Athena.[4]Terdapat perselisihan tentang apakah objek-objek matematika hadir secara objektif di alam menurut kemurnian logikanya, atau apakah objek-objek itu buatan manusia dan terpisah dari kenyataan. Seorang matematikawan Benjamin Peirce menyebut matematika sebagai
"ilmu yang menggambarkan simpulan-simpulan yang penting".[5] Albert Einstein, di pihak lain, menyatakan bahwa "sejauh hukum-hukum matematika merujuk kepada kenyataan, mereka tidaklah pasti; dan sejauh mereka pasti, mereka tidak merujuk kepada kenyataan."[6] Melalui penggunaan abstraksi dan penalaran logika, matematika dikembangkan dari pencacahan, penghitungan, pengukuran, dan pengkajian sistematik terhadap bentuk dan gerak objek-objek fisika. Pengetahuan dan penggunaan matematika dasar selalu menjadi sifat melekat dan bagian utuh dari kehidupan individual dan kelompok. Pemurnian gagasan- gagasan dasar dapat diketahui didalam naskah-naskah matematika yang bermula di dunia Mesir kuno, Mesopotamia,
India, Cina, Yunani, dan Islam. Argumentasi kaku pertama muncul di dalam Matematika
Yunani, terutama di dalam buku Euclid, Unsur-Unsur. Pengembangan berlanjut di dalam ledakan yang tidak menenteramkan hingga periode Renaisans pada abad ke-16, ketika pembaharuan matematika berinteraksi dengan penemuan ilmiah baru, mengarah pada percepatan penelitian yang menerus hingga Kini.[7] Kini, matematika digunakan di seluruh dunia sebagai alat penting di berbagai bidang, termasuk ilmu pengetahuan alam, rekayasa, medis, dan ilmu pengetahuan sosial seperti ekonomi, dan psikologi. Matematika terapan, cabang matematika yang melingkupi penerapan pengetahuan matematika ke bidang-bidang lain, mengilhami dan membuat penggunaan temuan-temuan matematika baru, dan kadang- kadang mengarah pada pengembangan disiplin-disiplin ilmu yang sepenuhnya baru. Para matematikawan juga bergulat di dalam matematika murni, atau matematika untuk perkembangan matematika itu sendiri, tanpa adanya penerapan di dalam pikiran, meskipun penerapan praktis yang menjadi latar munculnya matematika murni ternyata seringkali ditemukan terkemudian.[8] Secara umum, semakin kompleks suatu gejala, semakin kompleks pula alat (dalam hal ini jenis matematika) yang melalui berbagai perumusan (model matematikanya) diharapkan mampu untuk mendapatkan atau sekadar mendekati penyelesaian eksak seakurat-akuratnya. Jadi, tingkat kesulitan suatu jenis atau cabang matematika bukan
disebabkan oleh jenis atau cabang matematika itu sendiri, melainkan disebabkan oleh sulit dan kompleksnya gejala yang penyelesaiannya diusahakan dicari atau didekati oleh
perumusan (model matematikanya) dengan menggunakan jenis atau cabang matematika tersebut. Sebaliknya berbagai gejala fisika yang mudah diamati, misalnya jumlah penduduk di seluruh Indonesia, tidak memerlukan jenis atau cabang matematika yang canggih. Kemampuan aritmetika sudah cukup untuk mencari penyelesaian (jumlah penduduk) dengan keakuratan yang cukup tinggi.
Yunani, terutama di dalam buku Euclid, Unsur-Unsur. Pengembangan berlanjut di dalam ledakan yang tidak menenteramkan hingga periode Renaisans pada abad ke-16, ketika pembaharuan matematika berinteraksi dengan penemuan ilmiah baru, mengarah pada percepatan penelitian yang menerus hingga Kini.[7] Kini, matematika digunakan di seluruh dunia sebagai alat penting di berbagai bidang, termasuk ilmu pengetahuan alam, rekayasa, medis, dan ilmu pengetahuan sosial seperti ekonomi, dan psikologi. Matematika terapan, cabang matematika yang melingkupi penerapan pengetahuan matematika ke bidang-bidang lain, mengilhami dan membuat penggunaan temuan-temuan matematika baru, dan kadang- kadang mengarah pada pengembangan disiplin-disiplin ilmu yang sepenuhnya baru. Para matematikawan juga bergulat di dalam matematika murni, atau matematika untuk perkembangan matematika itu sendiri, tanpa adanya penerapan di dalam pikiran, meskipun penerapan praktis yang menjadi latar munculnya matematika murni ternyata seringkali ditemukan terkemudian.[8] Secara umum, semakin kompleks suatu gejala, semakin kompleks pula alat (dalam hal ini jenis matematika) yang melalui berbagai perumusan (model matematikanya) diharapkan mampu untuk mendapatkan atau sekadar mendekati penyelesaian eksak seakurat-akuratnya. Jadi, tingkat kesulitan suatu jenis atau cabang matematika bukan
disebabkan oleh jenis atau cabang matematika itu sendiri, melainkan disebabkan oleh sulit dan kompleksnya gejala yang penyelesaiannya diusahakan dicari atau didekati oleh
perumusan (model matematikanya) dengan menggunakan jenis atau cabang matematika tersebut. Sebaliknya berbagai gejala fisika yang mudah diamati, misalnya jumlah penduduk di seluruh Indonesia, tidak memerlukan jenis atau cabang matematika yang canggih. Kemampuan aritmetika sudah cukup untuk mencari penyelesaian (jumlah penduduk) dengan keakuratan yang cukup tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar