Jumat, 11 November 2011

SEJARAH BERDIRINYA FBR

SEJARAH BERDIRINYA FBR

MEMPERKENALKAN FORUM BETAWI REMPUG

FORUM BETAWI REMPUG (FBR) merupakan wadah perjuangan masyarakat Betawi untuk memperjuangkan hak-haknya yang selama ini tertindas, baik secara struktural maupun cultural. Kalau diibaratkan perempuan yang sedang hamil, maka FBR baru akan memasuki fase melahirkan. Karena FBR baru didirikan hari Minggu legi, tanggal 8 Rabiul Tsani 1422 H bertepatan dengan 29 Juli 2001 M di Pondok Pesantren Ziyadatul Mubtadi’ien, Jl. Raya Penggilingan No.100 Pedaengan Cakung Jakarta Timur. Para penggagas dan pendiri FBR adalah tokoh-tokoh muda Betawi yang merasa prihatin dan peduli dengan nasib masyarakat dan budaya tradisional Betawi yang selama ini terpinggirkan dan dimasabodohkan oleh arogansi Kota Jakarta yang berdalih Ibu Kota Negara dalam rangka menyongsong diberlakukannya Otonomi Daerah.

Masyarakat Betawi sebagai penduduk asli Kota Jakarta seharusnya mendapatkan prioritas utama dalam bidang usaha, perdagangan dan perindustrian, serta pelestarian seni budayanya. Dalam kenyataannya, masyarakat Betawi dari hari ke hari semakin mengalami kesulitan dalam mendapatkan mata pencaharian yang halal dan seni budaya Betawi berangsur-angsur mulai dilupakan, termasuk oleh masyaratnya sendiri. Kehidupan sosial masyarakatnya yang santun dan agamis tercabik-cabik oleh budaya metropolitan yang individualis dan materialistis, sehingga banyak di antara generasi muda Betawi yang mengalami pengkaburan Iman dan sulit memisahkan secara tegas antara halal dan haram. Pada gilirannya mereka mulai mengenal dan mengakrabi minuman keras, narkotika dan zat adiktif lainnya. Gaya hidup mereka yang semakin konsumtif tidak dibarengi dengan etos kerja yang kuat, sehingga menimbulkan kerawanan sosial.

Sementara generasi muda lainnya yang masih memiliki etos kerja dan pendidikan yang layak berusaha mendapatkan pekerjaan di perusahaan-perusahaan swasta atau instansi pemerintah, namun sering kali menemukan kekecewaan-kekecewaan. Karena budaya KKN masih sedemikian kentalnya dan opini yang selama ini terbentuk bahwa : “ Betawi malas kerja dan tidak berpendidikan ” masih mengungkung kesadaran para pengusaha dan pengambil kebijakan. Selain itu banyak tanah-tanah adat milik masyarakat Betawi yang dirampas oleh sebagian pendatang tanpa pernah ada penyelesaian yang pasti dari aparat penegak hukum.

Tambahan lagi, dalam berbagai kasus kriminal yang dilakukan oleh masyarakat pendatang seperti perampokan, pencurian dan pembunuhan terhadap masyarakat Betawi, sering mengalami jalan buntu meski sebenarnya pelakunya sudah diketahui, namun tidak lama kemudian ia dapat bebas kembali. Lebih jauh lagi, partai-partai politik hanya pandai mengumbar bualan untuk menarik simpati dan dukungan masyarakat Betawi guna mendapatkan suara pada setiap pemilu, tanpa pernah menindak lanjuti lebih jauh. Sementara LSM-LSM yang ada tidak pernah memperdulikan nasib masyarakat Betawi yang tertindas.

Berangkat dari pemikiran-pemikiran tersebut di atas, maka beberapa tokoh muda Betawi menggagas dibentuknya suatu wadah yang menampung dan memperjuangkan aspirasi masyarakat Betawi, berazaskan Islam serta berlandaskan Al-quran, Assunnah, Pancasila dan UUD 1945 yang kemudian dikenal dengan nama : “ FORUM BETAWI REMPUG ” yang disingkat dengan FBR
MEMPERKENALKAN FORUM BETAWI REMPUG

FORUM BETAWI REMPUG (FBR) merupakan wadah perjuangan masyarakat Betawi untuk memperjuangkan hak-haknya yang selama ini tertindas, baik secara struktural maupun cultural. Kalau diibaratkan perempuan yang sedang hamil, maka FBR baru akan memasuki fase melahirkan. Karena FBR baru didirikan hari Minggu legi, tanggal 8 Rabiul Tsani 1422 H bertepatan dengan 29 Juli 2001 M di Pondok Pesantren Ziyadatul Mubtadi’ien, Jl. Raya Penggilingan No.100 Pedaengan Cakung Jakarta Timur. Para penggagas dan pendiri FBR adalah tokoh-tokoh muda Betawi yang merasa prihatin dan peduli dengan nasib masyarakat dan budaya tradisional Betawi yang selama ini terpinggirkan dan dimasabodohkan oleh arogansi Kota Jakarta yang berdalih Ibu Kota Negara dalam rangka menyongsong diberlakukannya Otonomi Daerah.

Masyarakat Betawi sebagai penduduk asli Kota Jakarta seharusnya mendapatkan prioritas utama dalam bidang usaha, perdagangan dan perindustrian, serta pelestarian seni budayanya. Dalam kenyataannya, masyarakat Betawi dari hari ke hari semakin mengalami kesulitan dalam mendapatkan mata pencaharian yang halal dan seni budaya Betawi berangsur-angsur mulai dilupakan, termasuk oleh masyaratnya sendiri. Kehidupan sosial masyarakatnya yang santun dan agamis tercabik-cabik oleh budaya metropolitan yang individualis dan materialistis, sehingga banyak di antara generasi muda Betawi yang mengalami pengkaburan Iman dan sulit memisahkan secara tegas antara halal dan haram. Pada gilirannya mereka mulai mengenal dan mengakrabi minuman keras, narkotika dan zat adiktif lainnya. Gaya hidup mereka yang semakin konsumtif tidak dibarengi dengan etos kerja yang kuat, sehingga menimbulkan kerawanan sosial.

Sementara generasi muda lainnya yang masih memiliki etos kerja dan pendidikan yang layak berusaha mendapatkan pekerjaan di perusahaan-perusahaan swasta atau instansi pemerintah, namun sering kali menemukan kekecewaan-kekecewaan. Karena budaya KKN masih sedemikian kentalnya dan opini yang selama ini terbentuk bahwa : “ Betawi malas kerja dan tidak berpendidikan ” masih mengungkung kesadaran para pengusaha dan pengambil kebijakan. Selain itu banyak tanah-tanah adat milik masyarakat Betawi yang dirampas oleh sebagian pendatang tanpa pernah ada penyelesaian yang pasti dari aparat penegak hukum.

Tambahan lagi, dalam berbagai kasus kriminal yang dilakukan oleh masyarakat pendatang seperti perampokan, pencurian dan pembunuhan terhadap masyarakat Betawi, sering mengalami jalan buntu meski sebenarnya pelakunya sudah diketahui, namun tidak lama kemudian ia dapat bebas kembali. Lebih jauh lagi, partai-partai politik hanya pandai mengumbar bualan untuk menarik simpati dan dukungan masyarakat Betawi guna mendapatkan suara pada setiap pemilu, tanpa pernah menindak lanjuti lebih jauh. Sementara LSM-LSM yang ada tidak pernah memperdulikan nasib masyarakat Betawi yang tertindas.

Berangkat dari pemikiran-pemikiran tersebut di atas, maka beberapa tokoh muda Betawi menggagas dibentuknya suatu wadah yang menampung dan memperjuangkan aspirasi masyarakat Betawi, berazaskan Islam serta berlandaskan Al-quran, Assunnah, Pancasila dan UUD 1945 yang kemudian dikenal dengan nama : “ FORUM BETAWI REMPUG ” yang disingkat dengan FBR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar