ANAK GAUL
Aku berhenti
didepan rumah megah ala Spanyol, lebih tepat disebut istana dibanding rumah.
Kedua kakiku tak mau lagi melangkah
sebelum ada perintah dari otakku. Aku minta fatwa dari hati nuraniku.
Aku bimbang antar terus masuk atau
kembali pulang. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh sapaan.
“Eh
den David, kok bengong saja, mari masuk!” sapa Pak Bendot membuyarkan
percakapan dalam sanubariku. Senyum tulus dari penjaga gerbang pintu ini
membuat keputusan yang kuambil melangkah masuk. Sambil menutup pintu gerbang
pak Bendot kembali berkata:
“Den
David, sudah lama engga kesini, cari den Rudi ya?”
“Iyya mang, Rudi ada?”
“Ada,
barusan juga teman-temannya datang, sekarang mereka ngumpul di paviliun!”
“Terima
kasih mang!” jawabku dan melangkah menuju paviliun. Ruangan ini adalah base
camp gengku. Aku dan teman-temanku setahun yang lalu tepatnya malam tahun
baru 2000 saat orang lain hingar-bingar merayakan milenium ketiga, kami juga!
Tepat pukul 00.01 dini hari dipaviliun meresmikan nama geng kami yaitu GF3.
Bukan gudang filter3 lho! Tapi singkatan dari Geng Family
3. Dan kata sendiri family kepanjangan dari Fungky Anak gaul Milenium
3. Tak terasa aku sudah sampai didepan pintu dalam hati aku berkata:
“Bismillah,
ya Allah kuatkan hati hamba!” kemudian memencet bel.
“Teeet …tett …teeett!” suara bel memecahkan keheningan. Aku
menunggu. Terdengar ada yang melangkah dan memutar gagang pintu. Lalu
membukanya, bersamaan dengan itu aku mengucapkan salam:
“Assalamu`alaikum
…!”
“Kum
salam, wah .. ada perubahan nih, rada-rada nyupi, masuk!” Rudi tersenyum dan langsung
masuk. Disana teman-teman yang lain sudah pada ngumpul.
“Wah bos, baru kelihatan batang hidungnya,
kemana aja sih?” tanya
temanku, Tomi. Tapi kami sering memangggilnya si Tompel. Disebelahnya ada
simbed, panggilan untuk temanku, Alex. Soalnya ia rada mirip dengan Sinbad,
tapi cuma rambutnya saja, ia tidak ketinggalan berkoar:
“David, lu semedi dimana sih?
Setiap gua cari waktu istirahat disekolah, lu kagak ada, temen-temen lu bilang,
lagi shalat du…duu.., apaan tuh, duaaan kali yah???”
“Bukan shalat
duaan, tapi shalat Dhuha!” aku memotong perkataan Alex. Kemudian ia
mulai berkata kembali:
“Beberapa kali gua telpon
kerumah lu, lagi-lagi lu nya kagak ada, terus yang ngangkatin telponnya
kayaknya orang baru dirumah lu, siapa sih?”
“Ooo...itu kakak tertuaku baru
pulang dari Mesir!” Aku memberitahu Alex.
“Enak dong, pasti bawa piramida!”
Tomi mulai ngebanyol.
“Ho-oh,
bawa sungai Nil segala!” jawabku berkelakar. Aku duduk disofa
didepan teman-temanku. Dihadapanku, selain Rudi, Alex, dan Tomy, juga ada
Karmila, Ririn, dan Dewi. Aku ngambil nafas sebentar, dada ini aku mangfaatkan
untuk menenangkan diri. Setelah dadaku agak lapang, aku mulai berbicara:
“Gimana teman-teman sehat
semuanya yah?”
“Emangnya
boss udah jadi dokter, pakai acara tanya kesehatan segala!”
temanku Tomy, kembali mengeluarkan plutonya, alias platak pletok tololnya.
Temen-temenku banyak bercerita
tentang apa yang mereka lakoni selama aku tingalkan sebulan lebih. Dari mulai
menjahili temen-temen dan guru dikelas, tawuran, transaksi obat-obatan
terlarang, ngokar cimeng, mejeng dimall, chatting di kafe gaul, bikin bahasa
gaul, bintang musik, dan laen-laen, aku hanya menjadi pendengar budiman alias
kambing congek, aku berusaha memahami dan mengerti dalam pemikiran mereka.
Tibalah giliranku untuk berbicara:
“Teman-teman aku datang kesini
tidak akan banyak cerita seperti kalian, aku hanya ingin minta izin keluar dari
genk kita!”
“Haaah,
apa gua kagak salah dengar nih??? “ Rudi menanggapi
pernyataanku sambil memegang telinganya. Aku diam sejenak, temen-temenku saling
berpandangan, dimata mereka, aku menangkap ketidak percayaan dan tanda tanya.
“Yang
bener aja nih?” Karmila ikut
berkomentar, dan disambung oleh Dewi yang sejak tadi diam melulu, ia mulai
berkomentar: ”Emangnya, ada apaan sih, Vid ?”
“Tidak
ada apa-apa kok!”
“Ya
setidaknya ada alasan atau asal-usul kek, masa tak sebabnya!”
Dewi meneruskan pembicaraannya. Aku membisu, suasana menjadi hening, dalam
hatiku kembali berperang. Haruskah aku menceritakan sebenarnya dan mendapat
tertawaan dari teman-temanku atau no comment aja? Dilubuk hatiku terjadi
tawar menawar, tiba-tiba aku teringat
dengan semboyan hidupku, berlayarlah anda disamudra kejujuran, pasti anda akan
berlabuh di didermaga kebahagian. Aku harus terbuka kepada mereka, tak ada
untungnya aku berdusta apapun yang akan terjadi, itu sebuah resiko yang aku
terima.
“Bagaimana
teman-teman, tadi sudah aku bilang bahwa kakak tertuaku sudah pulang dari
Mesir, kehadirannya memberikan hidayah kepadaku. Dan aku mulai menemukan jati
diri dan hakikat hidupku, ternyata selama ini aku melangkah pada jalan yang
salah, aku berusaha memperbaiki diri!” aku
mengemukakan alasan kepada mereka.
“Oke,
alasan lu kita hargai, tapi bukan begitu caranya, itu namanya egois, akan kah
kebersamaan yang selama ini kita jalani bubaran begitu saja? Apalagi lu sebagai
kepala dan vokalis digroup band kita!” Rudi
menyodorkan alasan keberatan kepadaku, guratan mukanya menandakan ia sedang
emosi, dan aku paham yang ia rasakan, meskipun kami kumpulan anak-anak badung
dan ugal-ugalan, tapi dalam hal kebersamaan, aku acungkan jempol. Dengan tujuh
personil kami membentuk group band yang bisa diandalkan. Group band kami di beri
nama “ ANAK GAUL BAND” Rudi pegang bass, Tomy pegang melodinya, Alex pada
drum-mer, dan Ririn spesial keyboard. Adapun aku bersama karmila sama Dewi
pegang microphone alias vokalisnya. Aliran musik kami gado-gado ada rock, jazz,
pop, dangdut, dan musik alternatif.
“David,
lu tega banget kalau sampai ninggalin geng kita, untuk memperbaiki diri itu
memang hak lu, kami kagak melarang!“ Alex ikut menambahkan. Aku semakin
terpojok, aku dapat mendengar suara batin mereka, aku serba salah sampai kami
bubar belum ada kata sepakat, mereka
tidak mengizinkanku. Aku minta waktu hingga besok untuk mempertimbangkannya.
****
“Begitu
ceritanya kak, satu sisi dedek pengen ngejalanin ajaran Islam secara kafah,
namun disisi lain dedek tidak mau mengecewakan teman-teman, jadi gimana nih?“ aku
meminta pendapat, setelah aku menceritakan kejadian dirumah Rudi kepada ketiga
kakaku. Satu persatu-satu kulemparkan pandanganku diwajah mereka. Aku ingin
tahu reaksi mereka, ada rasa lega hinggap direlung hatiku, aku sudah curhat
kepada mereka, ini kami lakukan setiap malam minggu, kami saling menceritakan
pengalaman selama seminggu, kami mendiskusikan dan mencari solusi dari setiap
persoalan yang kami hadapi. Acara ini kami sebut “makom Hati” akronim
dari “malam komunikasi hati”.
“Kalau menurut Teteh, dedek harus menjauhi
teman-temanmu itu, soalnya kalau tidak, ntar virus penyakit ugal-ugalanmu
kambuh. Jadi hubungan kamu harus diamputasi!” Tetehku Setia
Maulani, mengeluarkan ilmunya. Ia calon dokter
yang sekarang lagi nyusun skripsi di fakultas kedokteran UNPAD Bandung.
Tak berapa lama kemudian teteh keduaku, Nurul Fathanah, Mahasiswi fakultas
Teknik Pertanian IPB tingkat dua memberikan saran:
“Teteh sepakat dengan teh
Tia, dari pada capai sendiri mendingan tinggalkan aja, kalau dedek masih
bersama mereka, itu sama saja membiarkan benih kejelekan tumbuh didalam hati
dedek, apa yang kita tanam itulah yang akan kita tuai, bukankah kita hasil
bentukan dari lingkungan kita?”
Pendapat
kedua tetehku berusaha kucerna. Setelah aku kunyah dalam otakku, aku mengerti
maksud mereka. Namun aku belum puas, sebelum mendengarkan petuah dari kakakku
Mujahid Helmi. Ia alumnus universitas
Al-Azhar kairo Mesir jurusan aqidah filsafat.
“Kak
Helmi, kok diam saja!” aku merajuk kepadanya.
“Tanpa
bermaksud menolak pendapat kedua tetehmu, kakak punya paradigma sedikit berbeda.
Sebenarnya teori kedua tetehmu benar bila posisi kita dalam keadaan lemah, akan
tetapi sebaliknya bila kita kuat, dalam puisi Muhammad Iqbal disebutkan, orang
yang kuat akan membentuk lingkungan, bukan dibentuk oleh lingkungannya, untuk
melaksanakan Islam secara kafah, tidak harus memutuskan tali silatur rahmi
sesama manusia, apa lagi ia muslim, bukankah pemutus kasih sayang adalah ahli
neraka? Justru temanmu menjadi ladang dakwah bagi dedek, pokoknya dedek harus
mampu mewarnai mereka!”
Kemudian
panjang lebar kak Helmi menjelaskan persoalan berdasarkan al-Qur’an dan
al-Hadits. Uraiannya benar-benar memuaskan otak, menentramkan hati, dan
mendamaikan jiwaku. Syaraf-syaraf kusut dikepalaku, perlahan-lahan mulai
terurai. Mata air dilembah hatiku kembali memancarkan semangat hidup.
Kegersangan jiwaku tersiram oleh derasnya nasehat kak Helmi, kebingunganku
hilang entah kemana .
****
Keesokan harinya aku langsung menuju
rumah Rudi, hatikecilku mengatakan bahwa teman-temanku sudah pada ngumpul
disana, ternyata dugaanku tepat, sesampainya ditengah-tengah mereka, aku mulai
berkata:
“Teman-teman!
Setelah melalui pertimbangan masak-masak, aku memutuskan untuk tetap bersama
kalian!”
“Horeeee…hidup
David..!!!" teriakan teman-temanku bersamaan, kompak banget.
“Tapi……..ada
syaratnya…!”
“Huu……!”
suara
koor mereka mengubah pavilium menjadi ramai.
“
Tenang-tenang…….! Syaratnya tidak berat kok, yaitu kita ganti nama geng kita,
kalau tidak, aku kembali kepada opsi pertama, aku cuti alias mengundurkan diri!”
Lanjutku sedikit ngancam.
Temanku
langsung kasak-kusuk. Terjadi lobi-lobi diantara mereka kayak Pansus Bullogate
di DPR saja. Akhirnya secara aklamasi mereka sepakat dengan usulan penggantian
nama. Tanpa banyak membuang waktu kami langsung menyelenggarakan sidang
istimewa. Setelah melalui rapat yang cukup alot dan seru sekali, kami sepakat
memunculkan nama baru yaitu AMIS’C 2001, singkatan dari Amanah Islamic Studen’t
Crew 2001. Kata Amanah, selain diambil dari sifat Nabi Muhammad Saw, merupakan
singkatan dari visi dan misi organisasi baru yakni: Ayo menuai Mardhatillah
dengan menabur benih-benih rahmat dan manfa’ah. Sedangkan kata Crew adalah
sebuah cita-cita kami ingin menjadi awak kapal masyarakat pelajar dalam
pencarian jati diri mereka.
****
“Braaaaaak….!!!”
Aku
membuka pintu rumah dengan seragam putih abu-abu, aku masuk ke rumah slonong
boy.
“Aduh…..dedek
koq nggak ngucapin salam?“ tegur
kak Helmi yang sedang membaca al-Qur’an diruang tamu. Spontanitas aku kembali
ke luar dan mengucapkan salam.
“
Ma’afin dedek ya kak, dedek sekarang lagi pusing!” aku berusaha
menerangkan letak persoalan.
“Adakah
yang bisa kakak bantu?” tanya kak Helmi hati-hati. Tanpa
menunggu waktu lama aku langsung mengeluarkan uneg-uneg menggunung dihatiku.
Kata-kata mengalir bagaikan mata air keluar dari mulutku.
“Kak, gimana dedek tidak
kesal, sudah sebulan lebih dedek berusaha mengarahkan teman-teman, tetapi
hasilnya seperti nihil, belum ada perubahan yang begitu berarti, bayangin aja kak,
beberapa minggu yang lalu, saat digedung DRR/MPR RI ribut-ribut tentang penurun
Gusdur, eh temen-temen ikut-ikutan juga memobilisasi siswa-siswi disekolah
dedek untuk berdemonstrasi, masih untung demonya bukan untuk nurunin kepsek,
tapi mereka meminta agar bel sekolah diganti aja katanya dengan suaranya bel
tukang jualan es cream Wall’s. Terus tiap jam sebelum masuk, istirahat, dan jam
pulang, speaker inti dikantor, tepatnya diruang TU, boleh diaktifkan untuk
memutar lagu-lagu yang dipesan, seperti lagunya Dewa 19, Padi, sheilla on 7,
Base jam Westlife, dan ska.Bahkan juga lagunya silucu Sherina, alasan mereka
ingin amalin konsep Quantum learning, biar belajarnya lebih relax dan Fresh.
Dan lebih heboh lagi,tuntutan agar mengecat kelas sendiri-sendiri. Sekolah
mengabulkannya, hanya saja pihak sekolah
tertipu, dikiranya akan dicat warna putih atau
gading. Ternyata warna yang di pilih bermacam-macam ada biru, kuning,
dan sebagainya. Guru mau marah terlambat, sebab untuk mengecat ulang perlu dan
besar, apa lagi sekolah sedang memperbaiki fasilitas air dan jamban. Akhirnya,
ikhlas aja lah ………dan siswa pun senang.
Cuma
gara-gara itu semua, dedek kena getahnya, sempat diciduk dan ditanya sama
Kepsek juga ketua OSIS, mereka nyangka dedek sebagai dalang dari semua itu,
siapa yang kagak gondok !
Dan
menyedihkan lagi, kejadian hari ini, ya mungkin karena kebanyakan anggotanya
mantan anak-anak gaul, tadi pulang sekolah, dedek ketemu anggota baru, kepergok
jalan ama temennya yang teler. Waktu temannya tripping itu dedek tanya,
dibilang dapat obat dari si anggota baru. Terus dedek tanya anggota baru itu. “
kamu pengguna ya ?” Eh dengan enteng dan kayak tidak punya salah anak tu
menjawab: “ Sumpah kak, saya bukan pengguna, cuman pengedar aja!”
Astagfirullah, gimana nggak ngeri kak? Jika ini merambah ke teman yang lain
atau berita ini terekspos keluar, muka dedek mau ditaruh dimana, tapi
alhamdulillah, tuh anak sudah janji tidak mau ngulangi lagi, lalu apa yang
harus dedek perbuat kak?“ tanyaku mengakhiri curhatku itu.
“Benar-benar
anak gaul, bagus……..bagus……!”
“Lho
Kok, kak Helmi bilang bagus sih?” Aku jadi penasaran. Tak berapa lama kakakku
melanjutkan perkataannya:
“Ya
memang bagus, bukankah teman-teman dedek itu musikus mania, kenapa tidak dedek
dakwahin lewat musik, bentuk aja tim nasyid, insya allah ada teman kak Helmi
yang siap melatihnya “.
“
Yess………!” aku mengacungkan tangan ala ekstra joss. Jawabannya aku
temukan. Aku ucapkan terima kasih kepada kakakku diiringi sun sayang
yang mendarat di pipinya, yang di sun cuman geleng-geleng kepala.
****
Alhamdulillah, teman-temanku sudah
banyak perubahan, setidaknya dari gaya berpakaian, rambut, bicara dan bergaul
sudah mulai sopan. Ini semua gara-gara kami sering manggung di berbagai acara.
Grup
Nasyid kami beri judul “ SNAKDUT AMANAH “, namanya aneh khan ? Akan tetapi itu
hasil mikir lho! Ada yang nyangka SNAKDUT itu pengertian dari ular kadut, nah
lho, kejam banget ding! Katanya Snak berarti ular dan Dut nya dari kata kadut,
sedangkan Amanah itu artinya orang yang terpercaya. Berarti ular kadut yang
dapat dipercaya. Padahal, SNAKDUT itu kependekan dari “ Senandung Nasyid
Komtemporer plus Dangdut” maklum komposisi musik kami belum nasyid beneran.
Biasa alasannya, supaya gaul dan musiknya khan rada-rada rame. Ada guitar, dram,
keybord, kendang, rebana, kecrek, beros, tam-tam, dan kadang apa saja yang bisa
ngeluarin suara nge-pas. Terkadang juga pake piring, panci, kaleng, botol dan
beduk. Tuh gila khan anak! Dasar anak gaul! Kataku dalam hati.
****